WAWBERITA -Bupati Pali yang juga Bakal Calon Gubernur Sumsel Dr. Ir. H. Heri Amalindo, MM menghadiri Haul ke-23 K.H. Ahmad Malik Tadjuddin sekaligus Tasyakuran aqiqah Kayshila Azkadina Binti Muhammad Yuliansyah yakni Cucu dari Ir.Ahmad Dailami/cicit dari K.H. Ahmad Malik Tadjuddin, Minggu (27/8/2023).
Heri Amalindo mengatakan, dia bersyukur hari ini dapat hadir di Haul ke-23 K.H. Ahmad Malik Tadjuddin. “Beliau K.H. Ahmad Malik Tadjuddin adalah Kiyai dan ayahanda kita. Kami hadir kesini karena mendapat undangan dari Kakanda Ahmad Dailami. Beliau adalah senior kami di Fakultas Tekni Unsri dan kami diundang. Karena kami diundang dan kebetulan hari ini jadwal sedang kosong, jadi saya datang kesini,” ujarnya.
Lebih lanjut Heri Amalindo menuturkan, K.H. Ahmad Malik Tadjuddin adalah Kiyai yang lahir di tahun 1918. Beliau mendirikan Nahdlatul Ulama, dan beliau mendirikan sekolah agama dan memberikan ceramah-ceramah dan majelis-majelis. Artinya yang dijalani beliau di bidang pendidikan itu sangat fokus.
“Apalagi di zaman Belanda beliau sempat ditahan. Tapi beliau tetap semangat terus menyebarkan pendidikan agama. Jadi walaupun sempat ditahan tapi semangat beliau tidak pernah pudar. Beliau tetap terus mengajarkan pendidikan, itu menunjukkan bahwa beliau pintar, baik dan berakhlak,” katanya.
“Alhamdulillah semangat beliau tetap membara walaupun ditahan Belanda. Beliau tetap meneruskan dan menyebarkan pendidikan agama. Sampai pada tahun 1959, beliau membuat Madrasah Ibtidaiyah, dan terus berkembang sampai sekarang, dan anaknya meneruskannya lagi sehingga ada SMP NU, SMAN NU. Jadi K.H. Ahmad Malik Tadjuddin mengajarkan kalau pendidikan itu sangat penting. Bahkan Nabi Muhammad juga mengajarkan belajar, yakni Tuntutlah ilmu sampai ke negeri China,” tuturnya.
Selain itu, sambung Heri Amalindo, ulama sangat berperan dalam kemerdekaan Republik Indonesia.
“Bangsa Indonesia ada atas ridho Allah SWT dan ridho para ulama. Ulama ini yang menggerakkan perjuangan kita. Sebagai contoh dulu para pejuang menggunakan bambu runcing melawan penjajah, itu fisabilillah. Kalau menggunakan akal di Surabaya itu tidak mungkin kita menang musuh menggunakan pesawat terbang, bom, peluru tapi berkat para ulama memberikan semangat perjuangan membela bangsa dan tanah air Indonesia menjadi fisabilillah yakni hidup atau mati,” bebernya.
“Itu perjuangan para ulama yang membakar semangat bangsa kita sehingga merdeka. Perlu diingat kemerdekaan Indonesia ini bukan diberi tapi direbut dari penjajah. Kalau bangsa lain seperti Malaysia, Australia itu diberi. Kalau Indonesia direbut dengan darah dan nyawa. Oleh sebab itu para generasi penerus harus menjaga persatuan dan kesatuan, jangan mudah dipecah belah. Itulah perjuangan mereka para ulama ini menjadi amal jariyah. Tugas kita sekarang adalah mengisi kemerdekaan ini dengan sebaik baiknya,” tandasnya.(**)