WAWBERITA – Tanah memiliki makna yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat dan negara, merupakan sumber penghidupan bagi masyarakat yang mencari nafkah melalui usaha pertanian dan perkebunan.
Dalam kehidupan manusia tanah mempunyai nilai yang sangat tinggi, tidak hanya bernilai ekonomis, tetapi juga menyangkut masalah nilai-nilai sosial dan politik.
Penguasaan atas tanah di negara ini kerap diwarnai oleh banyaknya kebijakan pertanahan yang kapitalistik cenderung melahirkan ketidakadilan.
Berbagai kasus dan kondisi objektif menunjukkan bahwa arah kebijakan di bidang pertanahan dapat berimbas pada perlindungan dan pengakuan hak atas tanah masyarakat terutama kaum petani yang mengandalkan tanah sebagai basis modal utama dalam kehidupannya.
Namun wajib kita sadari dan tidak menutup mata, jika konflik agraria tidak terselesaikan, maka wajah perdamaian akan tercoreng.
Tidak hanya itu, kepastian hukum akan semakin absurd, dengan membiarkan konflik ini berlarut-larut.
Kasus sengketa dan konflik agraria di Desa Perambahan Baru Kecamatan Banyuasin I Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan yang sampai hari ini sedang dilanda konflik antara warga transmigrasi dengan PT. Tunas Baru Lampung, konflik ini sudah lama terjadi namun hingga hari ini belum menemukan titik terang dalam rangka penyelesaian.
Lahan ini merupakan lahan rakyat yang diberikan kepada pemerintah tanpa ganti rugi dengan syarat rakyat di masukan ke transmigrasi tersebut dengan pola perkebunan sawit, hal ini disetujui melalui musyawarah yang dihadiri oleh LPS dengan masyarakat Desa Perambahan pada tahun 2001.
Tahun 2005 melalui Dinas Transduk Prov Sumsel mengajukan surat permohonan hak milik atas Transmigrasi Desa Perambahan Kab Banyuasin kepada Mentri Agraria/ Kepala BPN.
Pada tahun 2009 PT Tunas Baru Lampung mengirimkan surat kepada PJS kades Perambahan terkait perintisan dan penggarapan lahan plasma, melalui Dinas Nakertans Prov Sumsel menngirmkan surat kepada Dinas Nakertrans Kab Banyuasin terkait penyelesaian lahan lokasi Perambahan 1 yang kemudian dilakukan peninjauan dan pengkuran lahan di Perambahan Baru yang masuk dalam izin lokasi PT TBl.
Hasil peninjauan ini menunjukan bahwa ada lahan desa yang telah ditanami kelapa sawit oleh PT TBl sebesar 334 ha, menindaki hal ini Bupati mengirimkan surat kepada direksi PT TBL untuk mengembalikan lahan Transmigrasi yang telah di garap oleh PT TBl.
Hingga 2011 surat Bupati tidak juga ditanggapi oleh Pihak TBL dimana Bupati menyampaikan agar perusahaan tersebut menunggu izin menteri terlebih dahulu sebagai bentuk penyelesaian kasus lahan ini.
Hingga 2015 upaya upaya penyelesaian tidak kunjung menemukan jalan keluar, Forum komunitas masyrarakat transmigrasi Kemudian melaporkan kasus ini kepada Dirjen P2kt, komnas Ham.
Hingga puncaknya perjuangan warga Transmigrasi ini mengalami tindakan tindakan repreresif, persekusi dan intimidasi tepatnya pada tahun 2020 yang terjadi antar warga dan berkembang tidak hanya dengan PT TBL tapi juga dengan oknum yang mengaku berhak atas lahan transmigrasi tersebut, pengeroyokan, penjarahan, intimidasi dan pengrusakan serta teror terus dilakukan oleh oknum kepada kepala desa dan perangkat desa di Desa Perambahan sehingga berujung pada pelaporan dan penetapan tersangka atas kepala desa, sekdes dan perangkat desa Permbahan atas tuduhan tudahan yang tidak berdasar yang menyebabkan mereka menjadi tersangka wajib lapor sampai hari ini oleh oknum yang mengaku memiliki hak atas tanah yang ditempati oleh warga.
Sementara korban diduga kekerasan dan intimidasi ini melaporkan oknum yang melakukan tindakan kekerasan kepadanya namun berujung pada penolakan dan tidak kunjung di proses.
Penyelesaian konflik lahan seharusnya dilakukan dengan mediasi yang melibatkan pemerintahan setempat dan tidak dengan cara-cara intimidatif bahkan mengarah kepada tindakan refresif, anarkis dan premanisme berupa pemukulan dan pengerusakan.
Apabila dalam proses penyelesaiannya terjadi tindakan-tindakan premanisme yang intimidatif dan aksi anarkis, menunjukkan bahwa sampai dengan hari ini pemerintah tidak mampu mengambil peran maksimal untuk perlindungan kedaulatan rakyat atas tanah.
Padahal jelas tertuang dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 3 “bumi dan air dan kekayaan alam yg terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Hendaknya konflik agraria ini tidak lagi diwarnai dengan tindakan refresif dan intimidatif dari pihak pihak tertentu kepada warga.
Selain penyelesaian konflik lahan ini, merujuk pada intruksi Presiden RI yang meminta aparat hukum menindak tegas mafia mafia tanah yang menjadi momok buruk dalam kasus kasus lahan di negara ini.
Terkait hal tersebut di atas, saya Siti Nurizka Puteri Jaya. S.H,. M. H. Anggota DPR RI Komisi III Fraksi Gerindra menyatakan sikap bahwa:
1. Mengecam keras tindakan premanisme yang intimidatif dan aksi anarkis yang dilakukan oleh sekelompok orang dalam penyelesaian kasus agraria di lahan Transmigrasi Desa Perambahan Baru kec Banyuasin 1 kab Banyuasin Prov Sumatera Selatan
2. Meminta Aparat kepolisian Khususnya KAPOLRI dan KAPOLDA Sumatera Selatan untuk memberikan ATENSI KHUSUS dalam mengusut tuntas kasus premanisme berupa intimidasi dan pengerusakan rumah yang dialami oleh Kepala Desa Perambahan Baru bersinergi dengan Polres Banyuasin.
3. Sebagai Anggota DPR RI saya Siti Nurizka Puteri Jaya. S.H., M.H. Akan tetap Mengawal dan mendukung upaya-upaya hukum yang dilakukan oleh aparat penegak hukum sebagai mitra komisi 3 untuk memberantas mafia tanah di wilayah hukum Sumatera Selatan sesuai dengan instruksi Presiden yang disampaikan dalam pidato pidatonya ketika membahas tentang permasalahan agraria dimana presiden meminta langkah tegas untuk “gebuk” oknum mafia tanah yang menghambat upaya upaya penyelesaian konflik agraria.
4. Mendukung aksi solidaritas para Kades di Banyuasin dalam upaya menuntut pelaku premanisme terhadap Kades Perambahan Baru kec Banyuasin 1 Kab Banyuasin dan dalam upaya mencari keadilan terhadap tindakan penindasan yang merugikan kemaslahatan hidup orang banyak.
Saya Siti Nurizka Puteri Jaya Anggota DPR RI Komisi 3 akan terus mengawal kasus intimidatif terhadap Kepala Desa Perambahan Baru ini sampai Keadilan ditegakkan. (Jakarta, 31 Mei 2023)