Pilu.. Sepasang Lansia di Ogan Ilir, 7 Tahun Tinggal Bersama Ayam, Sulaiman : Saya Tidak Mampu Bangun Rumah, Kami Tidak Punya Pilihan

Sulaiman (65) dan Nurhayati (60) warga Ogan Ilir tinggal di kandang ayam.

“Kami menikah sudah tujuh tahun. Sejak itulah kami tinggal disini. Pondok ini luasnya sekitar 12 meter persegi,” kata Sulaiman, Senin (14/6/2021).
———

WAW, Ogan Ilir – Sungguh pilu, kisah pasangan suami istri lanjut usia (pasutri lansia), di Kabupaten Ogan Ilir (OI), Sumatera Selatan (Sumsel), betapa tidak keduanya tinggal di kandang ayam sejak tujuh tahun silam.

“Kami tinggal sama ayam. Karena tidak ada lagi tempat jadi terpaksa. Kami tidur, makan dan masak di sini,” katanya.

Belum lagi jika sedang hujan, keduanya basah kuyup diterpa air hujan dari atap yang bocor.

Rumah tempat tinggal Sulaiman (65) dan Nurhayati (60) tak layak huni.

“Kalau hujan, saya dan istri kebasahan karena air netes semua. Bukan lagi bocor, tapi benar-benar air jatuh ke kami. Gak apa-apa lah itung-itung mandi,” katanya.

Bahkan, saat wartawan mencoba masuk ke dalam kediaman keduanya yang berada 1,5 meter dari atas tanah itu, tercium bau yang tidak sedap. Bau tersebut mengarah ke beberapa karung yang isi di dalamnya hewan peliharaan yakni ayam.

“Kami tak ada pilihan lain. Jujur saya tak mampu membangun rumah. Ini saja kami numpang di atas tanah milik warga untuk mendirikan rumah sekaligus kandang ayam ini,” katanya.

Diketahui, pasutri lansia, Sulaiman (65) dan Nurhayati (60) tinggal di rumah tak layak huni yang beralamat Desa Teluk Kecapi, Kecamatan Pemulutan, Kabupaten Ogan Ilir.

Keduanya merupakan warga miskin yang terpaksa tinggal di kandang ayam atau rumah tak permanen yang dinding dan atapnya terbuat dari daun nipah sudah sejak keduanya menikah.

Selain tinggal bersama ayam peliharaan di tanah yang dipinjamkan warga itu, mirisnya di dalam rumah tersebut juga terlihat beberapa perlengkapan rumah tangga membaur menjadi satu.

Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Sulaiman dan istrinya bekerja dengan menawarkan jasa merawat kebun dan sawah milik orang lain dengan upah yang hanya cukup makan saja 2 sampai 3 kali sehari.

“Alhamdulillah, kalau ada rezekinya kadang dapat Rp 40ribu cukup untuk makan, kadang tidak sampai segitu dan tidak bisa makan. Kami sudah biasa,” jelasnya.(sbn)