WAW, Palembang – Wakil Bupati Ogan Komering Ulu (OKU) nonaktif, Johan Anuar (JA) yang terjerat dalam kasus dugaan korupsi pengadaan lahan kuburan kabupaten OKU tahun 2013 divonis 8 tahun penjara dengan denda Rp 500 juta dan subsider 6 bulan kurungan.
Selain dituntut 8 tahun, JA juga harus membayar uang pengganti sebesar Rp 3,2 miliar. Dan apabila tidak dibayarkan akan diganti dengan hukum pidana selama satu tahun.
Putusan tersebut disampaikan langsung oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Khusus Tipikor Palembang yang diketuai oleh Erma Suharti SH MH, Selasa (4/5) sekitar pukul 16.00 WIB.
Sidang terhadal terdakwa digelar secara virtual, JA hanya mengikuti secara virtual dari Rutan Klas 1 Pakjo Palembang.
Dalam sidang, hakim bertanya kepada Penasihat Hukum (PH) terdakwa JA, Titis Rachmawati terkait putusan mereka terhadap kliennya. Dan terdengar dengan jelas, Penasihat Hukum JA itu akan mengajukan banding.
Setelah dari penasihat hukum, majelis hakim bertanya tentang hal yang sama kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, M Asri Irwan. Dan jawaban darinya akan mengajukan banding juga.
Hakim pendamping Abu Hanifah SH MH juga menyebutkan lahan TPU dibeli terdakwa tidaklah efisien, dimana pembangunan TPU harus ada perencanaannya, dengan didukung infrastruktur.
“Selaku ketua dewan OKU, Johan Anuar juga pernah membaca rancangan anggaran tahun 2013, dimana Pemda OKU mengadakan anggaran untuk pengadaan lahan TPU, rumah sakit dan tempat wisata dengan satu paket anggaran Rp 12 miliar,” kata Abu, Selasa (4/5/2021).
Majelis hakim memvonis Johan Anuar bersalah telah melakukan tindak pidana korupsi, dengan pertimbangan memberatkan, terdakwa tidak mendukung pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi. Kemudian pertimbangan meringankan bersikap sopan selama persidangan.
“Maka menyatakan terdakwa terbukti bersalah, dengan menjatuhkan pidana selama 8 tahun. Lalu menyatakan terdakwa tetap dalam tahanan, menganti denda Rp 500 juta atau subsider 6 bulan,” kata majelis hakim.
Sementara, Kuasa Hukum JA, Titis Rachmawati mengatakan bahwa semua putusan tadi murni seperti dalil dari Jaksa Penuntut Umum KPK yang hanya dipoles-poles saja oleh majelis hakim.
“Dalam hal ini, seolah-olah majelis hakim telah bekerja dalam menghakimi persoalan ini. Tapi kami lihat tidak ada keadilan, seperti misalanya kerugian negara. Disini kita agak bingung karena dalam putusan terdahulu sudah 2 koma sekian serta JA 3 koma sekian, dan ini terlihat klop,” katanya.
Tapi, sambungnya, majelis hakim lupa bahwa ada uang dimasyarakat. Dan seolah-olah masyarakat identik dengan Johan Anuar.
“Padahal ada satu sisi dalam laporan hasil akhir pemeriksaan BPK, baik terdahulu maupun sekarang mengakui ada masyarakat menerima dana dari ganti rugi. Sehingga disini, majelis hakim seperti membatalkan proses pengadaan, karena tidak sesuai prosedur jadi pengadaan itu dianggap tidak pernah ada,” ungkapnya.
Terpisah, JPU KPK M Asri Irwan mengatakan bahwa putusan yang disampaikan oleh majelis hakim tadi hampir sama dengan tuntutan yang mereka ajukan.
“Sehingga dengan putusan tersebut, kami menunggu respon dari Penasihat Hukum terdakwa. Dan ketika mereka mengajukan banding, maka kita juga pastinya akan mengajukan banding,” terangnya.
Secara komprehensif, lanjutnya, apa yang mereka sampaikan dalam tuntutannya seperti diambil alih pertimbangannya oleh majelis hakim. Baik itu materi-materi pembuktian maupun stragma atau penghukuman pidana pokok, pidana denda, tambahan, dan pemberian hukum politik kepada JA.
“Jadi saya kira diberikan waktu 7 hari untuk menentukan sikap, apakah menerima atau tidak,” tutupnya. (Sbn)